Minggu, 14 April 2013

Madinah Yang Bercahaya

Oleh-oleh dari Kota Suci #
Jam telah menunjukkan pukul 02.30, bergegas saya bersiap-siap hendak ke masjid Nabawi.
Hotel Elaf Al Bustan tempat saya menginap jaraknya tidak begitu jauh dari masjid. Saya dan beberapa jama’ah yang lebih banyak sudah berusia lanjut, menyusuri jalanan yang mulai dilalui jama’ah dari negara lain.
Beruntung saya bisa datang lebih awal, jadi bisa bebas memilih tempat yang dirasa nyaman buat shalat dan tadarrus, karena kalau telat mendekati jam shalat, sudah bisa dipastikan tidak bisa dapat tempat di dalam masjid.

Jam 03.00 adzan mengalun merdu tanda untuk shalat lail. Sambil menunggu adzan subuh di kumandangkan biasanya para jama’ah, banyak mengisi dengan tadarrus / dzikir. Saya sendiri kadang memanfaatkannya dengan mengajak tadabbur Al Qur’an bersama ibu-ibu lain, agar mereka tidak terlena dengan semilirnya angin sejuk yang berasal dari bawah tanah setiap tiang didalam masjid. Jika sudah terlena, kantukpun datang yang membuat mata pelan namun pasti mengatup…wah kalo sudah gitu, kan harus wudhu lagi, apalagi jika duduknya dengan diselonjorkan kakinya, hufff..emang nikmat sih buat yang masih ngantuk hehe…

Saat itu ada kejadian, salah satu jama’ah dari Turki yang tiba-tiba saja pingsan, mungkin saking lamanya ia duduk di dekat AC tiang itu, terus jadi masuk angin. Beberapa jama’ah sibuk membantu agar ia tersadar dengan mijitin di sana sini, sampe mengangkat kakinya segala ck ck ck...
Kebetulan saya membawa minyak kayu putih dan aroma terapi yang saya bawa dari rumah,
"Ah siapa tahu ini bisa membantu...’’ pikirku.
Dengan agak ragu-ragu, saya mendekati kerumunan itu, lalu dengan bahasa Arab yang saya bisa, saya mencoba menawarkan minyak kayu putih.
Wush wush wush....nuqtoh nuqtoh....bla bla bla....
Ohoo..ternyata semua pada bengong, karena nggak ngerti bahasa Arab saya hehe.. :D :D
Kemudian saya alihkan pake bahasa Inggris saya yang belepotan, weh weh baru mereka respek hehe.. :)
(Ahai saya masih kepikiran bahwa yang berhidung mancung khas Timur Tengah itu bisa bahasa Arab.
Ternyata tidak juga, kebanyakan dari mereka lebih fasih bahasa Inggris).
Beberapa menit kemudian, Alhamdulillah ibu yang pingsan tadi sudah sadar dan merasa lebih nyaman,
"It’s fresh, I like this…(sambil mengangguk-angguk)".
Dan tepat saat adzan subuh berkumandang, ia bisa melaksanakan shalat meski dengan duduk.

Beberapa saat sesudah shalat subuh, saya masih senang menikmati pemandangan di masjid.
Yah, banyak tempat di sekitar masjid yg bisa kita kunjungi, saya mengelilingi masjid Nabawi yang luas itu dan berhenti di makam Baqi cukuuup lama. Saya ingin berziaroh ke makam para sahabat nabi dan orang-orang sholeh. Tak lupa saya mendoakan, guru saya tercinta, Allahu yarham Abah kyai Masruri Abdul Mughni, Pengasuh Pondok Pesantren Al Hikmah Brebes yang meninggal saat ibadah haji dan dimakamkan disana. :(

Makam Baqi’ hanya dibuka untuk ar rijal, sedang bagi an nisa cukup dari luar. Meski begitu, disana selalu ramai dikunjungi peziarah, terutama pada pagi hari/malam pada saat matahari tidak terlalu panas menyengat.
Setelah dari sana, saya pun diajak ibu-ibu lebih tepatnya nenek-nenek sih, agar segera kembali ke hotel untuk sarapan dan mempersiapkan diri untuk ke Raudhoh saat dhuha nanti.
”Hemm…aroma telur goreng sudah tercium nih, embah wis luweh je nak…”kata simbah-simbah itu.
( Meskipun bilang lapar, tapi kenapa masih mampir buat lihat-lihat jualan yang ditawarkan pedagang di sepanjang jalan itu… hadeeh mbah-mbah...eh ada yang nyantol, lama pula..*hadeuh) :/

Sinar mentari cepat sekali naik, saat kami berkumpul kembali hendak menuju masjid, disana pemandu khusus annisa sudah siap. Kami pun diminta menunggu giliran.
Jama’ah yang datang ke Masjid Nabawi ini dari penjuru dunia, hingga askariyah membagi ke beberapa kelompok besar, saya ikut rombongan Melayu.
Para askariyah itu sangat hafal wajah kita, orang-orang Melayu. Yeah, sangat jelas sekali, kulit dan hidung kita tak sama dengan mereka yang dari Timur Tengah apalagi dari Eropa hehe…:P

Menurut guide kami, para askariyah itu lebih senang sama orang Melayu karena mau bergantian berdoa di Roudhoh tidak seperti mereka (selain orang Melayu) yang tidak peduli dengan oranglain yang juga sedang mengantri.
Kalau saya fikir, itu karena tubuh mereka lebih tinggi dan besar jadi ya bisa lebih lama berdoa, kita yang bertubuh mungil gampang banget digeser jadi mau nggak mau harus mengalah hehe…

Back to Raudhoh, Alhamdulillah semua titipan salam buat Rosulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam wa ahlihi wa sohbihi sudah saya sampaikan juga do’a-do’a saya panjatkan, khusu’, nikmat...Subhanallah.
Kondisi yang harus bergantian jadi membuat saya harus punya cara agar bisa lebih lama berdo’a dan sholat di Roudhoh, sayapun beralih tempat kedepan, geser, kanan kiri, mendekat dengan makam atau dipinggir yang penting masih di karpet hijau abu-abu (wilayahRoudhoh).
Setelah dirasa cukup, akhirnya saya keluar dengan perasaan lega, plong rasanya…
Dan, tepukan kecil dibahu mengagetkan saya, “From Indonesia..?”…tanya jama’ah ibu-ibu yang ternyata dari Turki dengan ramah. Dan perbincangan kami pun berlanjut hingga pintu gerbang masjid, meskipun bahasa yang kita pake dan mereka ucapkan nyaris seperti suara lebah dan juga sering dengan bahasa tarsan…:D tapi tetap saja ada keakaraban yang terjalin. Mereka ramah banget, care dan toleran.

Tak terasa waktu beranjak mendekati waktu sholat dhuhur, sayapun segera mengambil wudhu dan menunggu adzan diteras masjid. Saat itu Madinah sedang bercuaca dingin seperti di Malang namun kelembabannya melebihi Kota Batu, hingga bibir dan kulit terasa sangat kering bahkan pecah-pecah, karena saya tidak membawa lipglos atau madu dari rumah.
Akhirnya saya netralisir dengan minum zam-zam tiap beberapa menit sekali. Wah, bisa dibayangin nggak, seringnya kudu ke kamar mandi. Ternyata tidak perlu, air zam-zam bukan sembarang air. Saya senantiasa berdoa, minta sama Allah agar menjaga saya dari hadats dan batalnya wudhu. Alhamdulillah waktu dan tenaga saya sangat sedikit saya pake untuk bolak balik ke kamar mandi/wc.

Selesai shalat dhuhur, saya tidak segera beranjak dari tempat duduk, sambil melanjutkan membaca Al Qur’an saya menunggu jalan agak longgar agar tidak berdesakan dengan jama’ah lain yang juga sama-sama keluar dari masjid.
Tidak jauh dari sisi depan saya, ada jama’ah an nisa (nan jamilah euy ^_^) yang sedang mengaji dengan sangat cepat. Subhanallah sungguh ciptaanNya sangat sempurna.
Ibu saya penasaran, "Kok ngajinya ngebut banget…
”Mungkin hafidzoh bu”, jawab saya sekenanya.

Beberapa saat kemudian setelah ia menyelesaikan hafalannya, saya mencoba bertanya,
“Afwan, lau samahtu an as al, min ain inti?” tanya saya agak ragu, khawatir menganggunya.
Ia pun terlihat bingung….
”Hi, can you speak English or Arabic?”, tanya saya kemudian.
“..Oh.. English…bla bla bla…”
Than....mengalirlah ceritanya, kalau ia tinggal di Inggris, namanya Azrah, ia keturunan Pakistan, ia sdg berumroh dengan keluarganya, ia sedang menghafalkan Al Qur’an juz, namun ia tak mau menyebutkan berapa juz yang telah ia hafal.

Asyik ngobrol dengannya, ia bisa memahami listening saya yang kurang jelas memahami bahasanya. o.O
Dan, inipun yang membuat saya mau nggak mau mengeluarkan seluruh file-file vocab yang sudah menguap agar kembali lagi. :)
Sesekali ia bicara bahasa Urdu.
“Hellooooo … ayyu lughohdzalik…wkkwkkkk….” tanya saya yang kayak sapi melompong, coz tak ada satu mufrodatpun yang saya tahu hehe…
Saya pun memperkenalkan diri dan mengenalkan Indonesia, she said, “Oh I never go to there…”
"Ah ayo, ke Indonesia…engkau akan menemui banyak hal yang tak engkau temui di Inggris hehe…”
Setelah ngobrol banyak hal ia pun berpamitan, karena harus menunggui ibunya yang sedang istirahat di hotel. Alhamdulillah…seneng rasanya ketemu banyak saudara sesama muslimah, apalagi ia seorang hafidzoh, smart, ramah dan cantik.
Sambil berjalan pulang, simbah-simbah yang bareng saya, senyum-senyum…
”Wah seneng ya nduk, kamu bisa nyambung omongan orang tadi, embah iki ora paham blas hehe….” ^_^

Di tengah jalan, tiba-tiba kami didatangi seorang ibu yang kelihatan kebingungan,
“Mak Cik, bisa tolong saya kah? Saya tak tahu hotel saya tinggal…duh gimana nih?”
Lalu kami pun mencoba membantu dengan memutari gerbang-gerbang masjid, namun sayangnya ibu ini tidak ingat nama hotel dan jalan/gerbang menuju ke hotelnya.
Ia pun tidak membawa ID Cardnya. Identitas yang ada hanya yang menempel di mukenanya yang tertulis salah satu nama travelnya.
Akhirnya kami membawanya ke hotel dengan harapan ada yang mengetahuinya.
Syukur tak terkira saat saya tanyakan pada guide, salah satu yang bekerja di catering hotel itu mengetahuinya dan mau mengantarkannya.
Ibu tersesat yang sejak tadi tegang sekali akhirnya bisa tersenyum lega…
”Ah, akhirnya aku bisa ke hotel lagi, trimakasih ya nak, trimakasih makcik semuanya…”

Terimakasih ya Allah, saya bisa merasakan hari yang pernuh warna-warni…^_^ ^_^

Subhanallah wAlhamdulillah…Allahu Akbar

#Gerimis senja di sekitar Hotel Elaf Al Bustan
30 Maret 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !